Minggu, 29 Agustus 2010

Para Pemburu Lailatul Qadar


Usman bin Affan RAmenyambuttamu agung itudengan ibadahsepanjang malam.

pabila tiba Lailatul Qadar, maka Jibril turun ke dunia bersama kumpulan para malaikat dan i akan berdoa bagi orang yang berdiri shalat malam dan duduk mengingat Allah. Dan pada hari Idul Fitri, Allah akan membangga-banggakan mereka di hadapan para malaikat..." (HR Baihaqi).

Sungguh luar biasa kemuliaan yang dianugerahkan Allah SWT pada malam Lailatul Qadar. Tak heran jika Rasulullah SAW bersama para sahabat dan para imam dan orang-orang saleh tak pernah menyia-nyiakan keutamaan dan keagungan Lailatul Qadar yang dikaruniakan Allah SWT. Mereka beribadah dengan giat dan semangat.

Meski telah mendapat jaminan dengan berbagai kabar gembira, Rasulullah SAW pun tetap giat dan sibuk beribadah, hingga kakinya bengkak. Nabi Muhammad SAW pun selalu menyambut datangnya Lailatul Qadar dengan memperbanyak ibadah. Rasulullah SAW bersabda, "Carilah malam Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil dari sepuluh malam pada akhir bulan Ramadhan." (HR Bukhari).

Begitu pula para sahabat Nabi SAW. Mereka begitu semangat menyambut danmemuliakan tamu agung yang istimewa bernama Lailatul Qadar. Umar bin Khattab RA, memiliki cara sendiri untuk meraih kemuliaan malam yang lebih baik dari seribu bulan itu. Ia setelah shalat Isya akan pulang ke rumahnya dan mengerjakan shalat sepanjang malam hingga terdengar azan Subuh.

Lalu, Usman bin Affan RA menyambut tamu agung itu dengan ibadah sepanjang malam. Setelah puasa pada siang harinya, Usman menghabiskan malam dengan shalat. Ia tidur sebentar yaitu pada sebagian awal malam. Di setiap rakaatnya, Usman mengkhatamkan seluruh Alquran.

Para sahabat pun tak mau ketinggalan. Mereka memburu Lailatul Qadar dengan menghidupkan malam hari melalui ibadah. Syaddad RA, seorang sahabat, dikisahkan biasa berbaring tanpa tidur sepanjang malam sambil miring ke kanan dan ke kiri sampai waktu fajar, kemudiaan berkata, "Ya Allah ketakutan terhadap neraka Jahanam telah mengusir kantukku."

Aswad bin Yazid RA pun tak mau kehilangan Lailatul Qadar. Sahabat Nabi SAW itu beribadah sepanjang malam pada bulan Ramadhan hingga Subuh, setelah sebelumnya tidur sebentar antara Maghrib dan Isya. Semua itu dilakukannya demi menyambut tamu agung bernama Lailatul Qadar.

Bahkan, dikisahkan, Said bin Musayyab, selama 50 tahun selalu shalat Isya dan shalat Fajar dengan wudlu yang sama. Pemburu Lailatul Qadar lainnya yang tercatat dalam sejarah adalah- Shilah bin Ashim. Ia biasa menghabiskan seluruh malamnya untuk beribadah kepada Allah hingga Subuh.

Dan setelah matahari terbit, ia berdoa, "Ya Allah, hamba tak pantas meminta surga kepada-Mu, tetapi hamba hanya memohon kepada-Mu agar menyelamatkan hamba dari Jahanam."

Qatadah, biasa mengkhatamkan Alquran setiap tiga malam pada bulan Ramadhan, tetapi pada sepuluh malam terakhir ia mengkhatamkan seluruh Alquran setiap malam. Imam Abu Hanifah terkenal karena selama 40 tahun melakukan shalat Isya dan shalat Fajar dengan wudlu yang sama.

Apabila teman-temannya bertanya bagaimana ia memperoleh keutamaan untuk melakukannya, ia menjawab, "Ini karena doa khusus yang aku mohonkan kepada Allah SWT melalui Ishnul Azham." Abu Hanifah hanya tidur sejenak pada siang hari.

Abu Hanifah berkata, "Hadis menganjurkan agar melakukannya." Yaitu tidurnya semata-mata mengikuti sunah. Sang imam pun sering menangis sedemikian rupa saat membaca Alquran, sehingga para tetangganya merasa kasihan kepadanya. Suatu ketika, ia menangis sepanjang malam sambil membaca Alquran surah Al-Qamar ayat 46.

Ibrahim bin Adham bahkan tak tidur sama sekali pada bulan Ramadhan, baik pada siang ataupun malam hari. Imam Syafii biasa mengkhatamkan Alquran enam puluh kali selama bulan Ramadhan dalam shalat. Semua amal itu ditunaikan tanpa beban sedikitpun.

Pakar hadis, Dr Lutfi Fathullah MA mengungkapkan, begitu mulianya Laailatul Qadar, Rasulullah saw mengajak seluruh sahabatnya, istri-istrinya sampai kepada pembantu-pembantunya untuk memperbanyak ibadah. Karena itu, ketika istri-istri Rasulullah diminta untuk mencari Lailatul Qadar, Aisyah RA berkata, Ya Rasulullah bagaimana kalau saya yang mendapatkan? Apa yang harus saya baca9 Minta rumah, minta kekayaan atau minta yang lainnya?

Rasulullah mengajarkan bacalah, "Allahumma innaka afuwwun karim tuhibbul afwa fafu anni (Ya Allah Engkalau Yang Maha Pengampun Lagi Maha Pemurah, Engkau senang mengampuni hamba-hambaMu karena itu ampunilah dosa-dosaku)." Semoga, kita dipertemukan dengan malam Lailatul Qadar.

Smber:
Kitab Fadhail Ramadhan ed; heri ruslanoleh Heri Ruslan, Damanhuri Zuhri,
Republika, dalam :
http://bataviase.co.id/node/349469
20 Agustus 2010

Sumber Gambar:
http://wostorian0206.blogspot.com/

Surah Al Qadr

Malam Lailatul Qadar - Malam Seribu Bulan

Malam Lailatul Qadar

Keutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al Quran Al Karim yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Ummat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini (malam Lailatul Qodar/Nuzul Qur'an, red), akan tetapi mereka bangun di malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah.

Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur'aniyah dan hadits-hadits Nabawiyyah yang shahih yang menjelaskan tentang malam tersebut.

1. Keutamaan Malam Lailatul Qadar
Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ ﴿١﴾ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ ﴿٢﴾ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ﴿۳﴾ تَنَزَّلُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ ﴿٤﴾ سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ﴿٥﴾ [القدر: ١ - ٥]
(yang artinya) [1] Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. [2] Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? [3] Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. [4] Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. [5] Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. [QS Al Qadar: 1 - 5]

Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan nan penuh hikmah :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ ﴿۳﴾ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ ﴿٤﴾ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ ﴿٥﴾ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ﴿٦﴾ [الدخان: ۳ - ٦]
(yang artinya) :
"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. [4] Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, [5] (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, [6] sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."[QS Ad Dukhoon: 3 - 6]

2. Waktunya

Diriwayatkan dari Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam bahwa malam tersebut terjadi pada malam tanggal 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam bulan Ramadhan. (Pendapat-pendapat yang ada dalam masalah ini berbeda-beda, Imam Al Iraqi telah mengarang satu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr bidzkri Lailatul Qadar, membawakan perkatan para ulama dalam masalah ini, lihatlah).
Imam Syafi’I berkata : “Menurut pemahamanku, wallahu a’lam, Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau : “Apakah kami mencarinya di malam hari?”, beliau menjawab : “Carilah di malam tersebut.”. (Sebagaimana dinukil al Baghawi dalam Syarhus Sunnah (6/388).

Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadr itu pada malam terakhir bulan Ramadhan, berdasarkan hadits ‘Aisyah Radiyallahu ‘anha, dia berkata : Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda : (yang artinya) “Carilah malam Lailatur Qadar di (malam ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.”. (HR Bukhari 4/255 dan Muslim 1169)

Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat Ibnu Umar (dia berkata) Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda (yang artinya) : “Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya.” (HR Bukari 4/221 dan Muslim 1165).

Ini menafsirkan sabdanya : (yang artinya) “Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, maka barangsiapa ingin mencarinya, carilah pada tujuh hari yang terakhir.” (Lihat maraji’ diatas).

Telah diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari Ubadah bin Shamit Radiyallahu ‘anhu, ia berkata Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam keluar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda : “Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Laitul Qadar, tetapi fulan dan fulan (dua orang) berdebat hingga diangkat tidak bisa lagi diketahui kapan lailatul qadar terjadi), semoga ini lebih baik bagi kalian, maka carilah pada malam 29,27,25 (dan dalam riwayat lain : tujuh, sembilan, lima). (HR Bukhari 4/232).

Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan di malam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum, sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan daripada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah. Maka dengan ini, cocoklah hadits-hadits tersebut, tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisahkan.

Kesimpulannya :
Jika seseorang muslim mencari malam Lailatul Qadar, carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir, 21, 23, 25, 27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari ppada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25, 27 dan 29. Wallahu a’lam.

Paling benarnya pendapat lailatul qadr adalah pada tanggal ganjil 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan, yang menunjukkan hal ini adalah hadits Aisyah, Ia berkata :
“Adalah Rasulullah beri’tikaf pada 10 terakhir pada bulan Ramadhan dan berkata : “Selidikilah malam lailatul qadr pada tanggal ganjil 10 terakhir bulan Ramadhan”.

3. Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar

Sesungguhnya malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk mendapatkannya). Oleh karena itu, dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahalaNya yang besar, jika (telah) berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari 4/217 dan Muslim 759).

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang artinya), “ Barangsiapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” yang telah lalu. (HR Bukhari 4/217 dan Muslim 759)

Disunnahkan untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari Sayyidah ‘Aisyah Radiyallahu ‘anha, (dia) berkata : “Aku bertanya, Ya Rasulullah (Shalallahu 'alaihi wassalam), Apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan ?”. Beliau menjawab, “Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii. Ya Allah, Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku.”. (HR Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850), dari Aisyah, sanadnya shahih. Lihat syarahnya Bughyatul Insan fi Wadhaifi Ramadhan, halaman 55-57, karya ibnu Rajab al Hanbali.)

Saudaraku – semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaatiNya – engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan sholat) pada sepuluh malam hari terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada istrimu dan keluargamu untuk itu dan perbanyaklah amalan ketaatan.

Dari Aisyah Radiyallahu ‘anha, “Adalah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan kainnya (menjauhi wanita yaitu istri-istrinya karena ibadah, menyingsingkan badan untuk mencari Lailatul Qadar), menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR Bukhari 4/233 dan Muslim 1174).

Juga dari ‘Aisyah Radiyallahu ‘anha, (dia berkata) : “Adalah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir), yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya.” (HR Muslim 1174).

4. Tanda-tandanya

Ketahuilah hamba yang taat – mudah-mudahan Allah menguatkanmu dengan ruh dariNya dan membantu dengan pertolongaNya – sesungguhnya Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.

Dari Ubay Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda (yang artinya) : “Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tanpa sinar menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi.” (HR Muslim 762).

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam beliau bersabda : (yang artinya) “Siapa diantara kalian yang ingat ketika terbit bulan, seperti syiqi jafnah.” (HR Muslim 1170. Perkataannya “Syiqi Jafnah”, syiq artinya setengah, jafnah artinya bejana. Al Qadli ‘Iyadh berkata :”Dalam hadits ini ada isyarata bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan.”)

Dan dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda (yang artinya) : “ (Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan.” (HR Thyalisi (349), Ibnu Khuzaimah (3/231), Bazzar (1/486), sanadnya hasan).


(Dikutip dari Sifat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok (PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H. Judul asli Shifat shaum an Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, Bab "Malam Lailatul Qadar". Penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia)


Sumber :
Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid
http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=757
18 Oktober 2004

Lailatul Qadar dan Tanda-tandanya

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Dia-lah yang memuliakan sebagian tempat dan waktu atas sebagian yang lain. Dia-lah yang telah menurunkan al-Qur'an pada malam yang diberkahi.

Shalawat dan salam bagi manusia yang menyingsingkan lengan bajunya dan mengencangkan ikat pinggangnya pada malam-malam yang agung dan penuh berkah, Nabi kita Muhammad, beserta keluarganya, dan para sahabatnya yang mulia.

Allah telah mengistimewakan umat Nabi Muhammad ini atas umat-umat lain dengan beberapa keistimewaan. Dan Dia telah memuliakan mereka atas selainnya dengan mengutus seorang rasul bagi mereka dan menurunkan kitab penjelas, yaitu Kitabullah al-'Adzim (al-Qur'an), pada malam mubarakah (diberkahi) yang lebih baik daripada malam-malam selainnya. Malam yang diistimewakan oleh Allah. Malam untuk ibadah. Ibadah di dalamnya lebih baik daripada ibadah selama seribu bulan. Yaitu selama 83 tahun 4 bulan. Malam itu adalah Lailatul Qadar. Allah telah menerangkannya kepada kita dalam dua surat:

Firman Allah dalam surat Al-Qadar :

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar."

Allah berfirman yang lain dalam surat ad-Dukhan:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ

"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah."

Sebab dinamakan Lailatul Qadar

Diterangkan oleh Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah tentang sebab dinamakannya malam Lailatul Qadar :

Pertama, dinamakan Lailatul Qadar dari kata al-Qadar, maknanya kemuliaan. Sebagaimana seseorang disebut dzu qadarin 'adziim, maknanya memiliki kemuliaan.

Kedua, ditetapkan pada malam itu urusan selama satu tahun, kemudian dicatat apa saja yang akan terjadi selama satu tahun itu pada malam tersebut. Ini termasuk kebijaksaan Allah 'Azza wa Jalla.

Ketiga, disebut malam itu dengan Lailatul Qadar karena ibadah di dalamnya memiliki kedudukan yang agung, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Barang siapa yang bangun (shalat) pada malam Lailatul Qadar didasari iman dan berharap pahala dari Allah semata, maka diampuni dosanya yang telah lalu." (Muttafaq 'Alaih).

Tanda-tanda Lailatul Qadar

Disebutkan juga oleh Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah bahwa Lailatul Qadar memiliki beberapa tanda-tanda yang mengiringinya dan tanda-tanda yang datang kemudian.

Tanda-tanda yang megiringi Lailatul Qadar

1. Kuatnya cahaya dan sinar pada malam itu, tanda ini ketika hadir tidak dirasakan kecuali oleh orang yang berada di daratan dan jauh dari cahaya.

2. Thama'ninah (tenang), maksudnya ketenangan hati dan lapangnya dada seorang mukmin. Dia mendapatkan ketenanangan dan ketentraman serta lega dada pada malam itu lebih banyak dari yang didapatkannya pada malam-malam selainnya.

3. Angin bertiup tenang, maksudnya tidak bertiup kencang dan gemuruh, bahkan udara pada malam itu terasa sejuk.

4. Terkadang manusia bisa bermimpi melihat Allah pada malam itu sebagaimana yang dialami sebagian sahabat radliyallah 'anhum.

5. Orang yang shalat mendapatkan kenikmatan yang lebih dalam shalatnya dibandingkan malam-malam selainnya.


Tanda-tanda yang mengikutinya

Matahari akan terbit pada pagi harinya tidak membuat silau, sinarnya bersih tidak seperti hari-hari biasa. Hal itu ditunjukkan oleh hadits Ubai bin Ka'b radliyallah 'anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengabarkan kepada kami: "Matahari terbit pada hari itu tidak membuat silau." (HR. Muslim)

Keutamaan Lailatul Qadar

1. Pada malam itulah Allah menurunkan al-Qur'an, Allah Ta'ala berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur'an) pada malam kemuliaan." (QS. Al-Qadar: 1)

2. Malam itu malam yang diberkahi, firman Allah Ta'ala:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ

"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi." (QS. Ad-Dukhan: 3)

3. Allah menuliskan seluruh ajal dan rizki selama satu tahun pada malam itu, firman Allah Ta'ala:

فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ

"Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah." (QS. Ad-Dukhan: 4)

4. Keutamaan ibadah pada malam itu dibandingkan malam-malam yang lain, firman Allah Ta'ala:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ

"Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan." (QS. Al-Qadar: 3)

5. Banyak Malaikat turun ke bumi pada malam itu dengan membawa kebaikan, keberkahan, rahmat, dan maghfirah (ampunan), firman Allah Ta'ala:

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ

"Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan." (QS. Al-Qadar: 4)

6. Lailatul Qadar adalah malam yang terbebas dari keburukan dan kerusakan. Pada malam itu pula banyak dilaksanakan ketaatan dan perbuatan baik. Pada malam itu penuh dengan keselamatan dari adzab. Sedangkan syetan tidak bisa menggoda sebagaimana keberhasilannya pada selain malam itu, maka malam itu seluruhnya berisi keselamatan dan kesejahteraan. Firman Allah Ta'ala:

سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

"Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al-Qadar: 5)

7. Di dalamnya penuh dengan ampunan terhadap dosa bagi orang yang bangun shalat dan berharap pahala dari sisi Allah ’Azza wa Jalla, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "siapa yang berdiri shalat pada malam Lailatul Qadar didasari iman dan berharap pahala dari Allah, diampuni dosanya yang telah lalu." (Muttafaq 'Alaih).

Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam-Nya untuk Nabi kita Muhammad berserta keluarga dan para sahabatnya… Amiin.

* Ditulis oleh Syaikh Yahya az-Zahrani dan diterjemahkan oleh Purnomo WD.

Sumber :
http://www.voa-islam.com/ramadhan/serba-serbi/2009/09/13/1027/lailatul-qadar-dan-tanda-tandanya/
13 September 2009

Tafsir Lailatul Qadar

Secara bahasa lailatul Qadar berarti malam penentuan, lail artinya malam, dan
qadar artinya ketentuan atau ukuran.


Makna lailatul Qadar:

Dalam al-Qur’an bulan Ramadlan disebutkan sebagai bulan turunnya al-
Qur’an (QS 2:185) dan penurunannya dipertegas dengan QS 44:1-3, yang menyatkan
bahwa al-Qur’an diturunkan pada hari penuh kemuliaan, dan QS 97:1-2, yang
menjelaskan bahwa al-Qur’an diturunkan pada malam qadar, dikenal dengan sebutan
lailatul qadar.

Para mufasir berpendapat bahwa proses penurunan al-Qur’an dilakukan dua
kali; dari lauhul mahfud ke langit dunia secara langung dalam satu malam, dari langit
dunia ke bumi (hati Rasul SAW) secara bertahap selama 23 tahun; diturunkan
sesuai kondisi kejiwaan dan kondisi historis yang menyertai kehidupan Rasul SAW
dan para pengikutnya dibawa oleh Jibril as ke hati Rasul SAW.
Pada kesempatan ini penulis akan mencoba melihat lailatul qadar dari sisi
bahasa seperti di atas, bahwa lailatul qadar berarti malam ketentuan atau keputusan
Allah SWT tentang hukum-hukum dan kaidah-kaidah yang berlaku di jagad ciptaan-
Nya ini.

Pemaknaannya sederhana saja, ketika al-Qur’an diturunkan dari lauhil mahfud
ke langit dunia secara langsung dan keseluruhan dalam satu malam, mengindikasikan
bahwa itu adalah ketentuan Allah yang termaktub di lauhilmahfud yang diturunkan ke
dunia, artinya pengetahuan Allah yang berisikan penjabaran hak dan kewajiban,
kaidah-kaidah alam, hukum sebab akibat dan lainnya yang dibagi kepada manusia
terutama manusia akhir zaman. Qadla dan kadar serta ukuran-ukuran tingkahlaku
dengan segala akibat yang bakal ditimbulkan dari tingkah laku tersebut.
Jadi lailatul qadar dengan demikian berarti malam saat ditentukannya batasanbatasan
dan kaidah-kaidah yang beralku bagi mahluk Allah tak terkecuali maunisa;
seperti pelit akan melahirkan kesusahan, taqwa akan melahirkan kebahagiaan dan
jalan keluar dari suatu masalah, tawakal adan suatu sikap tak terelakkan dari manusia, kebenaran akan selalu menang melawan kejahatan, sikap keras membuat dijauhi,
permusuhan adalah tindakan anti kedamaian, mendamaikan manusia yang bertikai
adalah tindakan terpuji dan kebutuhan dari suatu kehidupan. Nilai-nilai universal
tersebut diakui dan diterima oleh akal setiap insan baik muslim maupun non muslim.
Ia merupakan ajaran yang tidak saja berlaku secara turun-temurun tapi juga tertera
dalam kitab suci al-Qur’an.


Malam Penuh Berkah:

Al-Qur’an menjelaskan bahwa malam tersebut penuh berkah dan penuh keselamatan serta memiliki nilai lebih baik dari seribu bulan. Derajat tersebut sugguh sangat tinggi nilainya. Sifat malam yang demikian agung itu dapat dipahami karena pada saat itulah ketnuan dari suatu agenda kehidupan diundangkan. Pada saat itu berbagai do’a dan usulan dibarengi dengan semangat dan hasrat yang begitu tinggi dibuktikan dengan rela berpuasa dan mengosongkan “perut” dari berbagai “keserakahan” kaum muslimin mengajukan berbagai permohonan yang disertai pengabdian, ketaatan dan keseriusan, mereka memohon dengan suasana kedekatan kepada Rab al-aalamin untuk mendapatkan ketentuan baik, nasib baik, dan terhindar dari “api neraka”.

Dalam hukum kehidupan manusia sebuah permohonan akan bisa dikabulkan jika dilakukan dengan “sungguh”, “bersih”, “setia” dan “kedekatan”. Maka pada saat penentuan keputusan ini dianjurkan kepada semua kaum muslimin untuk senaniasa
berdekat, berserah, berharap dan memohon dengan jalan menunjukkan kesetiaan
(puasa) dan kedekatan; memperbanyak dzikir dan mendekatkan diri kepada Allah.
Proses puasa Ramadlan dan amalannya itu merupakan tahapan pengajuan
usulan dan permohonan untuk dapat diputuskan baik dalam maam lailatul qadar.
Sehinga kehidupan ke depan menjadi ‘jaminan’ atas keselamatan, keterhindaran dari
api neraka.


Al-Qur’an Sebagai Ketentuan:

Para nabi as terdahulu mendapatkan petunjuk (kitab suci) berisikan kaidahkaidah
secara langsung (tidak bertahap) dan sangat singkat. Kaidah –kaidahnya relatif
sederhana jika dibanding dengan kaidah al-Qur’an yang demikian komprehensif. Hal
ini karena status penutup kitab suci dan penutup kenabian menuntut al-Qur’an harus
bisa mencakup berbagai permasalahan kehidupan manusia yang semakin hari semakin
bertambah kompleksitasnya, di sisi lain kecerdasan manusia dengan pengalaman dan
pengetahuannya juga semakin tinggi dan semakin meluas, maka kitab suci yag
diperlukan manusia modern jelas harus selengkap dan seluas al-Qur’an.

Ketika manusia awal cukup mengetahui keterhamparan bumi misalkan, maka kitab suci
membenarkan keterhamparan bumi tersebut, namun ketika kemampuan manusia
sudah bisa melihat bundarnya bumi, dan benda-benda langit lainnya, kitab suci juga
menjelaskan bagaiamana benda-benda / planet ini berterbangan di angkasa luas,
berputar dengan ketentuan yang berlaku bagi semuanya, in dari sudut astronomi.
Dari sudut lain misalkan tentang kehidupan sosial manusia, ketika para sosilog
mencoba menarik-narik kesimpulan hukum yang berlaku dalam masyarakat, individu
maupun kelompok, kehidupan ekonomi, dasar pergerakan manusia serta interaksinya,
nilai-nilai yang dianut oleh kelompok tertentu, nampaknya hukum-hukum yang
difirmankan Allah dalam al-Qur’an telah membedah semuanya, kalau mau dikaji.
Sebagai contoh teori dari surat al-Lail, menjelaskan hukum kemudahan
sebagai berikut:

Memberi + bertaqwa + beriman akan akhirat (percaya akan akibat
suatu perbuatan baik berakibat baik dan begitu sebaliknya) = kemudahan.

Pelit + Merasa Cukup + tidak percaya akan akibat yang baik dari suatu perbuatan baik
(akhirat) = kesulitan.

Secara nalar manusia kalau memberi akan membuat orang susah karena berkurang, namun teori al-Qur’an justru sebaliknya.

Yang menyangkut kejiwaan juga misalkan disarankan untuk mengingat-ingat
apa yang telah didapat (dicapai) untuk supaya bisa terus optimis dan tidak putus asa
diisyaratkan dalam surat al-Dluha, jika ada kesulitan yakinlah bahwa akan dibarengi
dengan kemudahan seperti yang diinyaratkan surat al-Insyirah, dan ayat-ayat lainnya.
Contoh di atas sekedar memberikan gambaran betapa teori al-Qur’an
mencakup ilmu-ilmu tidak saja yang berkenaan dengan prilaku peribadatan tapi juga
prilaku sosial dan psikologis manusia. Bandingkan juga dengan isu “kemiskinan”
yang sering “dijual” dan banyak melahirkan proyek dari yang paling sederhana
sampai pada proyek kudeta. Padahal dalam Islam ada definisi kemiskinan yang tidak
menakutkan dan rawan konflik. Seperti pembahasan tema kemiskinan dalam al-
Qur’an lebih menarah kepada interaksi kaya-miskin; hak si kaya dan hak si miskin,
makna kekayaan sering diisyaratkan sebagai suatu amanah dan kepercayaan
pengelolaan harta Tuhan, dan arti kemiskinan bukan nyanyian sosial yang dilantunkan
terus-menerus. Temanya sanagat sedikit dan berkisar pada tehnik memperlakukan dan
interaksi serta tanggungjawab, targetnya adalah si kaya bisa beribadah dengan
“kaya”nya dan si miskin juga bisa beribadah dengan “miskin’nya.

Ketika lailatul qadar diartikan sebagai malam penentuan Allah untuk
makhluk-Nya, dan yang diturunkan pada malam itu adalah al-Qur’an, ini bisa
dipahami bahwa al-Qur’an itu merupakan ketenuan Allah, dan makna yang bisa
diambil adalah bahwa qadar Allah telah termaktub dalam al-Qur’an yang merupakan
Kalam Allah SWT. Jadi hukum-hukum tertinggi yang bisa dicapai manusia akan dan
sudah tercakup oleh al-Qur’an. Maksudnya sebaik apapun manusia berteori ujungujungnya
akan menemukan kebenaran teori yang dikandung al-Qur’an dan akan
membenarkannya.

Manusia secara tersendiri berteori tentang ekonomi, pranata sosial, serta
politik dan hukum baik perdata maupun pidana, namun berbagai pendekatan
nyatanya gagal diterapkan atau paling tidak kurang memberikan hasil yang maksimal,
selalu melahirkan ketimpamgan baru dan selalu berakibat “keresahan akhir” dari
sebuah tatanan.

Maka yang diperlukan sekarang adalah menggali teori al-Qur’an tersebut dan mencoba melaksanakannya dalam kehidupan kita sebagai pelajaran dari lailatul qadar.
Semoga!


Sumber :
M. Tata Taufik
http://www.tata.al-ikhlash.net/LAILATULQODAR.pdf

Lailatul Qadar, Lebih Baik Dari 1000 Bulan

Keutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al-Qur’an Al-Karim, yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Umat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini, akan tetapi mereka berloma-lomba untuk bangun di malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah.

Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur’aniyah dan hadits-hadits nabawiyah yang shahih menjelaskan tentang malam tersebut.

Keutamaan Malam Lailatul Qadar

Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu ? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turunlah melaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Allah Tuhan mereka (untuk membawa) segala usrusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar” [Al-Qadar : 1-5]

Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.

“Artinya : Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” [Ad-Dukhan : 3-6]

Waktunya

Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa malam tersebut terjadi pada tanggal malam 21,23,25,27,29 dan akhir malam bulan Ramadhan. [1]

Imam Syafi’i berkata : “Menurut pemahamanku. wallahu ‘alam, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau : “Apakah kami mencarinya di malam ini?”, beliau menjawab : “Carilah di malam tersebut” [Sebagaimana dinukil Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 6/386]

Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada malam terakhir bulan Ramadhan berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terkahir bulan Ramadhan dan beliau bersabda.

“Artinya : Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan” [Hadits Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169]

Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat dari Ibnu Umar, (dia berkata) : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya” [Hadits Riwayat Bukhari 4/221 dan Muslim 1165]

Ini menafsirkan sabdanya.

“Artinya : Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, barangsiapa yang mencarinya carilah pada tujuh hari terakhir” [Lihat Maraji' tadi]

Telah diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke luar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda.

“Artinya : Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar, tapi ada dua orang berdebat hingga tidak bisa lagi diketahui kapannya; mungkin ini lebih baik bagi kalian, carilah di malam 29. 27. 25 (dan dalam riwayat lain : tujuh, sembilan dan lima)” [Hadits Riwayat Bukhari 4/232]

Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan, di malam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan dari pada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah, dengan ini cocoklah hadits-hadits tersebut tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisah.

Kesimpulannya.
Jika seorang muslim mencari malam lailatul Qadar carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir : 21, 23,25,27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari pada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25,27 dan 29. Wallahu ‘alam

Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar?

Sesungguhnya malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk mendapatkannya). Oleh karena itu dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala-Nya yang besar, jika (telah) berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Barang siapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” [Hadits Riwayat Bukhari 4/217 dan Muslim 759]

Disunnahkan untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anha, (dia) berkata : “Aku bertanya, “Ya Rasulullah ! Apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan ?” Beliau menjawab, “Ucapkanlah :
“Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul afwa fa’fu’annii”
“Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku” [2]

Saudaraku -semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaati-Nya- engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan shalat) pada sepuluh malam terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada isterimu dan keluargamu untuk itu, perbanyaklah perbuatan ketaatan.

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha.

“Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencanngkan kainnya[3] menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya” [Hadits Riwayat Bukhari 4/233 dan Muslim 1174]

Juga dari Aisyah, (dia berkata) :

“Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir) yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya” [Hadits Riwayat Muslim 1174]

Tanda-Tandanya

Ketahuilah hamba yang taat -mudah-mudahan Allah menguatkanmu degan ruh dari-Nya dan membantu dengan pertolongan-Nya- sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.

Dari ‘Ubay Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi” [Hadits Riwayat Muslim 762]

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda.

“Artinya : Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan seperti syiqi jafnah” [4]

Dan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : (Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan” [Tahayalisi 349, Ibnu Khuzaimah 3/231, Bazzar 1/486, sanadnya Hasan]

[Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sifat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]
_________
Foote Note.
[1]. Pendapat-pendapat yang ada dalam masalah ini berbeda-neda, Imam Al-Iraqi telah mengarang satu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr Bidzikri Lailatul Qadar, membawakan perkataan para ulama dalam masalah ini, lihatlah…
[2]. Hadits Riwayat Tirmidzi 3760, Ibnu Majah 3850 dari Aisyah, sanadnya Shahih. Lihat syarahnya Bughyatul Insan fi Wadhaifi Ramadhan hal. 55-57 karya Ibnu Rajab Al-Hambali.
[3]. Menjauhi wanita (yaitu istri-istrinya) karena ibadah, menyingisngkan badan untuk mencarinya
[4]. Muslim 1170. Perkataan : “Syiqi jafnah” syiq artinya setengah, jafnah artinya bejana. Al-Qadhi ‘Iyadh berkata : “Dalam hadits ini ada isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan”.


Sumber :
http://mii.fmipa.ugm.ac.id/?p=302
17 September 2008

Meraih Lailatul Qadar (Tafsir QS al-Qadr [97]: 1-5)

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ، لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ، سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Quran pada malam kemuliaan. Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar (QS al-Qadr [97]: 1-5).

Dalam mushaf, surat ini terletak pada urutan ke-97. Terdapat perbedaan pendapat mengenai status surat yang terdiri dari 5 ayat ini. Ada yang menyebutnya sebagai surat Makkiyyah, seperti Ibnu ‘Abbas, Ibnu Marduyah, Ibnu al-Zubair dan ‘Aisyah.1 Ada juga menggolongkannya sebagai Madaniyyah. Di antaranya adalah al-Waqidi. Bahkan menurut ats-Tsa’labi, sebagian besar mufassir memasukkannya sebagai surat Madaniyyah. 2

Tafsir Ayat

Allah SWT. berfirman: Innâ anzalnâhu fî laylah al-qadr (Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Quran pada malam kemuliaan). Dalam ayat ini digunakan frasa Innâ (Sesungguhnya Kami), bukan Innî (Sesungguhnya Aku). Dijelaskan Fakhruddin ar-Razi, kata tersebut tidak boleh dimaknai li al-jam’i (untuk menunjukkan makna jamak). Sebab, hal itu mustahil ditujukan kepada Allah, Zat Yang Maha Esa. Karena itu, kata tersebut harus dimaknai sebagai li at-ta’zhîm (untuk mengagungkan).3

Huruf al-hâ’ (dhamîr al-ghâib, kata ganti pihak ketiga) dalam ayat ini, tidak memiliki al-ism azh-zháhir yang menjadi rujukannya. Meskipun demikian, para mufassir sepakat bahwa dhamîr tersebut menunjuk pada al-Quran.4 Menurut al-Qurthubi, tidak disebutkan kata al-Quran karena maknanya sudah maklum.5Fakhruddin ar-Razi dan az-Zamakhsyari menjelaskan, ketiadaan al-ism azh-zhâhir itu menjadi salah satu aspek yang menunjukkan keagungan al-Quran.6 Adapun al-Khaththabi dan Abu Hayyan al-Andalusi mengaitkannya dengan surat sebelumnya: iqra’ bi[i]smi Rabbika; sehingga seolah dikatakan: Bacalah apa yang Kami turunkan kepadamu berupa firman Kami, “Innâ anzalnâhu laylah al-qadr.”7

Dalam ayat ini diberitakan bahwa al-Quran diturunkan pada malam al-qadr. Secara fakta, al-Quran turun kepada Rasulullah saw. secara bertahap selama dua puluh tiga tahun; siang dan malam, dalam berbagai bulan dan keadaan. Jika demikian, apa makna al-Quran diturunkan pada suatu malam yang disebut sebagai malam al-qadr itu?

Setidaknya ada dua penjelasan. Pertama: turunnya al-Quran yang diberitakan dalam ayat ini adalah turunnya al-Quran secara sekaligus dari al-Lawh al-Mahfûzh ke Bayt al-‘Izzah di langit dunia. Selanjutnya, al-Quran turun kepada Rasulullah saw. selama 23 tahun secara bertahap setiap saat. Penjelasan ini disampaikan Ibnu ‘Abbas; juga dipilih oleh beberapa mufassir seperti al-Alusi, al-Baghawi, asy-Syaukani, as-Samarqandi, dan yang lainnya.8

Kedua: turunnya al-Quran pertama kali. Ini merupakan pendapat asy-Sya’bi dan yang lainnya.9 Intinya, awal diturunkannya al-Quran dan diutusnya Rasulullah. saw terjadi pada malam al-qadr itu. Peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 185).

Mengapa malam itu disebut sebagai malam al-qadr? Menurut Ibnu ‘Abbas, Qatadah dan lain-lain, dinamakan al-qadr karena di dalamnya terjadi penentuan ajal, rezeki dan berbagai kejadian di dunia yang diberikan kepada malaikat untuk dikerjakan. Pendapat ini juga dipilih az-Zamakhsyari, asy-Syaukani dan al-Baghawi karena dinilai sejalan dengan QS ad-Dukhan [44]: 4.10 Adapun az-Zuhri memaknai laylah al-qadr sebagai malam al-‘azhamah wa asy-syaraf (keagungan dan kemuliaan).11 Pengertian ini juga sejalan dengan ayat berikutnya yang menjelaskan bahwa malam tersebut lebih baik dari seribu bulan. Ada juga yang memilih kedua pendapat itu tanpa menafikan salah satunya, seperti al-Baidhawi, as-Samarqandi, as-Sa’di dan al-Zuhaili.12 Jika diikuti penjelasan ayat-ayat sesudahnya, kedua pendapat itu sama-sama memiliki pijakan yang kuat. Tidak harus dipilih salah satunya dan menegasikan makna lainnya.

Kemudian Allah SWT berfirman: Wamâ adrâka mâ laylah al-qadr (Tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?). Kalimat istifhâm ini memberikan makna tafkhîm sya’nihâ (memuliakan urusannya); seolah-olah perkara tersebut keluar dari pengetahuan makhluk; dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah SWT. Demikian penjelasan asy-Syaukani.13Tidak jauh berbeda, as-Samarqandi juga menafsirkannya sebagai ta’zhîm[an] lahâ (mengagungkan, memuliakannya).14

Pertanyaan itu lalu dijelaskan dalam ayat berikutnya: Laylah al-qadr khayr min alfi syahr[in] (Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan). Menurut Abu Hayyan, seribu bulan yang dimaksud adalah jumlah sebenarnya, yakni 83 tahun. Al-Hasan mengatakan, “Beramal pada malam al-qadr itu lebih utama daripada beramal pada bulan-bulan itu.”15 Menurut Anas, amal, sedekah, shalat dan zakat pada Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu bulan.16 Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Mujahid, Amru bin Qays al-Malai, Ibnu Jarir, Ibnu Katsir dan as-Samarqandi.17 Bahkan menurut as-Syaukani, kesimpulan tersebut (beramal di malam itu lebih baik daripada seribu bulan, selain yang di dalamnya terdapat malam al-qadr) merupakan pendapat sebagian besar mufassirin.18 Mengenai keutamaan beramal pada malam tersebut juga ditegaskan Rasulullah saw. dalam sabdanya:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa melaksanakan shalat pada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni (HR al-Bukhir, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ahmad).

Kemudian Allah SWT menjelaskan keutamaan lain Malam al-Qadr dengan firman-Nya: Tanazzalu al-malâikah wa al-Rûh fîhâ bi idzni Rabbihim min kulli amr[in] (Pada malam itu turun para malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan). Pada malam itu, para malaikat turun dari langit ke bumi, termasuk ar-Rûh. Menurut jumhûr al-mufassirîn, yang dimaksud ar-Rûh di sini adalah Jibril.19 Penyebutan Jibril sesudah malaikat merupakan athf al-khâsh ‘alâ al-‘âmm (menambahkan yang khusus atas yang umum).20 Biasanya, itu berguna untuk menunjukkan kemuliaan dan keagungannya atas yang lain (Lihat, misalnya, QS al-Baqarah [2]: 98).

Menurut Ibnu Katsir, banyaknya malaikat yang turun karena banyaknya berkah. Malaikat turun dengan membawa berkah dan rahmat sebagaimana mereka turun ketika ada tilawah al-Quran; mereka mencari majelis zikir dan meletakkan sayapnya mengitari orang-orang yang mencari ilmu untuk memuliakannya.21

Dipaparkan ar-Razi, penyebutan bi idzni Rabbihim memberikan isyarat bahwa para malaikat itu tidak bertindak apa pun selain dengan izin-Nya. Adapun kata Rabbihim berguna sebagai ta’zhîm[an] li al-malâikah wa tahqîr[an] li al-‘ashâh (untuk memuliakan malaikat dan melecehkan pelaku maksiat).22 Menurut Qatadah dan lainnya, frasa bi idzni Rabbihim min kulli amr[in] (dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan), memberikan pengertian bahwa pada malam itu diputuskan berbagai urusan; ditetapkan ajal dan rezeki. Ini sejalan dengan QS al-Dukhan (44) ayat 4.23

Allah SWT pun menutup ayat ini dengan firman-Nya: Salâm[un] hiya hattâ mathla’ al-fajr (Malam itu [penuh] kesejahteraan sampai terbit fajar). Dijelaskan Mujahid, bahwa keselamatan itu berarti sâlimah (selamat); setan tidak mampu berbuat kejahatan atau melakukan perbuatan yang mencelakakan.24 Qatadah menyatakan bahwa frasa tersebut berarti kebaikan semua, tidak ada di dalamnya keburukan hingga terbit fajar.25 Menurut asy-Sya’bi, saat memberikan keselamatan kepada penghuni masjid mulai dari terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar, malaikat melewati setiap Mukmin dan berkata, “As-Salâmu ‘alayka ayyuhâ al-Mu’min” (Semoga keselamatan atas kalian, wahai Mukmin).26

Keagungan al-Quran dan Lailatul Qadar

Surat ini memberitakan peristiwa turunnya al-Quran, kitab yang diturunkan kepada nabi terakhir; berisi penjelasan segala sesuatu, petunjuk serta rahmat, dan kabar gembira bagi Muslim (lihat QS al-Nahl [16]: 89). Dalam surat ini, pengagungan al-Quran tampak pada beberapa hal. Pertama: keagungan dan kemasyhuran al-Quran. Kendati tidak disebutkan secara zhâhir, tidak ada perbedaan bahwa dhamîr al-ghâib ini merujuk pada al-Quran. Sebagaimana telah dipaparkan, itu menunjukkan keagungan dan kemasyhuran al-Quran. Karena itu, meski tanpa disebutkan secara zhâhir, maknanya sudah sangat jelas.

Kedua: keagungan Zat yang menurunkannya. Disebutkan dalam surat ini bahwa yang menurunkan al-Quran adalah Allah SWT. Sebagai kitab yang berasal dari Zat Yang Mahabenar dan Mahaadil, kitab yang diturunkan-Nya pun demikian, shidqa[an] wa ad-la[a] (benar dan adil, lihat QS al-An’am [6]: 115). Digunakannya frasa innâ yang menunjuk kepada Allah kian menambah kemuliaan al-Quran. Sebab, frasa innâ memberikan makna li al-ta’zhîm (untuk memuliakan, mengagungkan) terhadap Zat yang menurunkan-Nya.

Ketiga: keistimewaan waktu turunnya. Diberitakan dalam ayat ini bahwa turunnya al-Quran dipilih pada waktu yang amat mulia, yakni pada laylah al-qadr, sebuah malam yang penuh berkah (lihat QS al-Dukhan [44]: 3), yang lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu, para malaikat, termasuk Jibril, turun ke bumi. Ini menunjukkan betapa mulia dan pentingnya malam tersebut. Sebab, para malaikat itu tidak turun kecuali ada perkara yang besar. Rasulullah saw bersabda tentang laylah al-qadr:

إِنَّهَا لَيْلَةُ سَابِعَةٍ أَوْ تَاسِعَةٍ وَعِشْرِينَ إنَّ الْمَلاَئِكَةَ تِلْكَ اللَّيْلَةَ فِى الأَرْضِ أَكْثَرُ مِن عَدَدِ الْحَصَى

Sesungguhnya laylah al-qadr itu adalah malam kedua puluh tujuh atau kedua puluh sembilan. Sesungguhnya para malaikat pada malam itu di bumi lebih banyak daripada jumlah kerikil (HR Ahmad dari Abu Hurairah).

Ditegaskan pula, pada malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar. Berita tersebut seharusnya membuat manusia kian memuliakan dan mengagungkan kitab Allah SWT itu; juga benar-benar berupaya mencari dan mengisi Lailatul Qadar dengan amal shalih. Rasulullah saw. bersabda:

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah Lailatul Qadar itu pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan (HR al-Bukhari).


Pada hari-hari itu, Rasulullah saw. juga senantiasa bersungguh-sungguh dalam ibadah, melebihi dua puluh malam pertama. Aisyah ra. berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.

Rasulullah saw. bersungguh-sungguh dalam beribadah pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, hal yang tidak beliau lakukan pada malam yang lainnya (HR Muslim, at-Tirmidzi dan Ahmad).

Pada malam itu, disunnahkan bagi seorang Muslim untuk memperbanyak membaca al-Quran dan membaca doa. Sebab, doa pada waktu-waktu tersebut mustajab. Doa yang terus dibaca adalah doa yang diriwayatkan oleh Aisyah ra. yang berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika saya mendapatkan Lailatul Qadar, apa yang aku katakan?” Beliau bersabda:

تَقُولِينَ : اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ ، فَاعْفُ عَنِّي

Kamu berkata, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampum, mencintai ampunan. Karena itu, ampunilah aku.” (HR at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Mengingat besarnya keutamaan Lailatul Qadar, sudah sepatutnya kaum Muslim berusaha keras untuk mengisi malam-malam akhir pada bulan Ramadhan dengan berbagai ibadah dan amal shalih, termasuk berdakwah dan berjuang demi tegaknya hukum dalam Kitab dan as-Sunnah. Harus diingat, kesempatan itu tidak selalu ada. Jika kini kita masih berjumpa dengan Ramadhan, belum tentu tahun depan. Betapa beruntung kita jika mendapatkan sebuah malam yang lebih mulia dari seribu bulan atau delapan puluh tiga tahun lebih. Karunia apa lagi yang lebih besar dari itu?

Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb. []

Catatan kaki:

1 As-Suyuthi, Ad-Durr al-Mantsûr, XV/533 (Kairo: Maktabah Hijr, 2003). Namun, menurut Ibnu ‘Athiyah, Al-Muharrar al-Wajîz, V/504 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2001), Ibnu ‘Abbas memasukkannya ke dalam Madaniyyah.

2 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, XX/129 (Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1964); Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, VIII/492 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993); asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/633 (tt: Dar al-Wafa’, tt).

3 Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, XXXII/27 (Beirut: Dar al-Fikr, 1981).

4 Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, XXXII/27; al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, XX/129; Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, VIII/492; Ibnu ‘Athiyah, Al-Muharrar al-Wajîz, V/504; al-Baidhawi, Anwár at-Tanzîl wa Asrár at-Ta’wîl, V/327 (Beirut: Dar Ihyâ’ at-Turats, tt); Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/441 (Riyad: Dar Thayyibah, 1999); al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, V/383 (Beirut: Dar Ihya’ Ihya’ Turats al-‘Arabi, 1990); asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/633.

5 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, XX/129.

6 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, VII/407 (Riyad: Maktabah Abikan, 1998).

7 Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, VIII/492; al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, XV/411 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995).

8 Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, XV/412; Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, VIII/492; Ibnu ‘Athiyah, Al-Muharrar al-Wajîz, V/504; al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, V/383; asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/633; as-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, III/496 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993).

9 Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, XX/129; Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, VIII/492; az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, VII/407

10 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, VII/407; al-Baghawi, Ma’âlim at-Tanzîl, V/383; asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/633.

11 Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, XV/415; Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, VIII/492.

12 Al-Baidhawi, Anwár at-Tanzîl wa Asrár at-Ta’wîl, V/327; as-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, III/496; as-Sa’di, Taysîr al-Karîm ar-Rahmân (tt: Mu’assasah al-Risalah, 2000), 931; az-Zuhaili, At-Tafsîr al-Munîr, XXX/332 (Beirut: Dar al-Fikr, 1998).

13 Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/633.

14 As-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, III/496.

15 Abu Hayyan al-Andalusi, Al-Bahr al-Muhîth, VIII/493.

16 As-Suyuthi, Ad-Durr al-Mantsûr, XV/534.

17 Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân fî Ta’wîl al-Qur’ân, XXXIV/534 (Madinah: Muassasah al-Risalah, 200); Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/444; as-Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, III/496.

18 Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/633.

19 Al-Alusi, Rûh al-Ma’ânî, XV/417; asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/634. Pendapat tersebut juga dipilih ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, vol. 34; as-Suyuthi, al-Durr al-Mantsûr, XV/538; az-Zamakhsyari, Al-Kasysyâf, VII/408; Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/444.

20 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/443.

21 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/444.

22 Ar-Razi, Mafâtîh al-Ghayb, XXXII/35.

23 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/444.

24 Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/444.

25 Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/634; Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/444.

26 Asy-Syaukani, Fath al-Qadîr, V/634; Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm, VIII/444.

Sumber :

Majalah Al Waie edisi Agustus 2010, dalam:
http://syariahpublications.com/2010/08/24/meraih-lailatul-qadar-tafsir-qs-al-qadr-97-1-5/
24 Aguatus 2010

Hikmah Lailatul Qadar

Oleh : Abd A'la

Memasuki delapan hari terakhir Ramadhan seperti saat ini, umat muslim biasanya mulai meningkatkan frekuensi dan intensitas ibadah mereka. Pada hari-hari itu, mereka kian memperbanyak shalat malam, berlama-lama dalam berdoa, dan berusaha sesering mungkin mengkhatamkan Al Quran.

Mereka melakukan semua itu dengan tujuan utama mendapatkan kebaikan perenial Lailatul Qadar; malam yang nilai kebaikannya tidak tertandingi oleh malam dan hari-hari lain. Dalam hadis Nabi dinyatakan, siapa saja yang memeriahkan malam tersebut niscaya segala dosanya di masa-masa sebelumnya akan terampuni.

Bahkan, hadis lain menyebutkan, orang yang dapat meraih rahmat Allah pada malam al-Qadar, dia akan menerima suatu kebahagiaan yang akan membuatnya tidak akan pernah menderita lagi. Wajar sekali jika umat Islam berusaha berburu malam al-Qadar dengan melaknasakan ibadah ritual sebanyak mungkin.

Lailatur Qadar, bagi Siapa?

Pengabaran hadis Nabi tersebut dipastikan kebenarannya. Apalagi, ayat-ayat Al Quran nyaris seutuhnya mendukung pernyataan tersebut. Semisal pernyataan bahwa rahmat-Nya meliputi segala sesuatu yang ada di alam semesta, dan risalah Muhammad (SAW) adalah untuk menyebarkan kerahmatan.

Meski demikian, untuk memahami hadis tersebut, umat Islam tidak bisa memaknai secara sepotong-sepotong, dan disapih dari hadis yang lain. Hadis tersebut perlu disandingkan dengan hadis lain. Misalnya, ungkapan itu perlu dimaknai melalui hadis riwayat Ibnu Abbas yang menjelaskan bahwa pengampunan dan rahmat Allah hanya berlaku sepanjang orang mukmin atau orang yang beribadah itu bukanlah orang yang tidak pernah peduli terhadap lingkungan, bukan pendurhaka, bukan pendendam, dan pembenci, serta bukan orang yang suka memutus tali silaturahmi.

Atas dasar itu, tidak setiap orang yang beribadah ritual intens pada malam-malam kemungkinan turunnya Lailatul Qadar dipastikan diampuni segala dosanya, dan sekaligus mendapatkan berkah Allah. Kendati dia semalam suntuk tidak tidur melakukan ibadah ritual, tapi hatinya masih kotor, dan sikap perilakunya membuat manusia yang lain terganggu atau bahkan tersakiti, dia hampir dipastikan hanya beribadah dalam kesia-siaan. Dia bisa saja bukan memperoleh keteduhan iman sejati dalam bentuk kepengasihan dan ampunan Allah, tapi sangat mungkin hanya akan terjebak dalam keletihan fisik dan kelelahan moral.

Menyinari Kehidupan

Umat Islam tentu tidak ingin beribadah secara sia-sia. Karena itu, setiap getaran lidah dalam membaca doa dan Al Quran, dan setiap gerakan dalam melakukan ritual salat atau lainnya, khususnya di malam-malam terakhir Ramadhan agar menjadi darah segar dalam jantung keberimanan. Melalui darah segar itu, iman terus memompakan semangat keberagamaan sejati; keberagamaan yang membuat umat Islam terlindungi dan terselamatkan saat ini di alam dunia, dan nanti di alam eskatologis.

Keselamatan dan keterlindungan diri di mana pun dan kapan pun- bukan perolehan gratis yang hadir tanpa diundang, tapi muncul dari usaha keras yang mutlak dikembangkan dari diri kita masing-masing. Kita akan selamat dan terlindungi bilamana kita sebermula sekali berusaha melindungi dan berusaha menyebarkan keselamatan bagi yang lain, manusia, dan seisi alam.

Pada tataran itu, kita perlu menjadikan ibadah dalam rangka menjemput Lailatul Qadar dan di waktu-waktu yang lain sebagai dialog intens dengan Allah. Kita perlu menjadikannya sebagai penelanjangan atas kelemahan dan kesalahan diri sendiri, serta sebagai penyesalan diri atas keteledoran tersebut. Seiring itu, kita seharusnya menjadikan setiap ibadah dari menit ke menit sebagai komitmen total untuk tidak melakukan dan mengulangi kesalahan di masa-masa akan datang.

Sebagai awal yang harus dimulai saat ini juga, kita bisa berangkat dari hal-hal kecil. Ketika beribadah, terutama saat hari menjelang tengah malam, misalnya, kita perlu mempertanyakan apakah ibadah kita tidak menyakiti orang lain; apakah tetangga yang sedang beristirahat atau teman yang sedang sakit tidak terganggu dengan kelantangan bacaan doa dan tadarus kita?

Sejalan dengan hal sepele semacam itu, kita juga perlu berdialog dengan diri sendiri mengenai amanah yang kita emban sesuai peran kita masing-masing dalam ranah yang lebih luas, sosial, politik, dan aspek-aspek yang lain. Seandainya kita masih suka makan suap, korupsi, menyengsarakan rakyat, atau mengadu domba masyarakat, dan belum sepenuhnya jera dari kejahatan, kita hanya akan terjebak dalam tamanni, utopia untuk kehadiran Lailatul Qadar.

Sebaliknya, manakala saat beribadah bertekad untuk mengembangkan etika-moral di ranah publik, dan lalu diaktualisasikan ke dalam realita kehidupan, kita sangat mungkin akan meraih kebaikan seribu bulan. Selanjutnya, Lailatul Qadar akan selalu hadir sepanjang tahun, bahkan sepanjang hidup menyinari kehidupan kita. Tiada hari tanpa Lailatul Qadar.
Mudah-mudahan kita mampu merekonstruksi ibadah kita pada Ramadhan ini menjadi ibadah sejati yang terus menyinari sikap perilaku kita dari saat ke saat. Dengan demikian, puasa dan ibadah kita tidak sekadar menjadi tradisi tanpa makna, tapi akan mengantarkan kita, dan bangsa Indonesia secara keseluruhan, kepada kehidupan yang lebih baik. (*)

* Abd A'la , guru besar dan pembantu rektor 1 Bidang Akademik IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Sumber :
http://www.rakyataceh.com/index.php?open=view&newsid=13333&tit=RUBRIK%20JUMAT%20-%20Hikmah%20Lailatul%20Qadar
12 September 2009

Apakah Lailatul Qadar Itu Sudah Pasti Pada Suatu Malam Atau Berpindah-Pindah Pada Setiap Tahunnya

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


Pertanyaan,
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah malam Lailatul Qadar itu suah pasti pada suatu malam ataukah berpindah dari suatu malam ke malam lainnya pada setiap tahunnya ?

Jawaban
Tidak diragukan lagi bahwa Lailatul Qadar terjadi pada bulan Ramadhan. Allah berfirman.

"Artinya : Sesungguhnya kami telah menurunkan (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan" [Al-Qadar : 1]

Allah Subhanahu wa Ta'ala juga menjelaskan dalam ayat yang lain bahwa Dia telah menurunkan Al-Qur'an pada bulan Ramadhan.

"Artinya : (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an" [Al-Baqarah : 185]

Rasulullah pernah beri'tikaf pada sepuluh malam pertama bulan Ramadhan untuk mencari Lailatul Qadar, lalu beri'tikaf pada sepuluh malam pertengahan, hingga beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Lailatul Qadar ini pada sepuluh malam terkahir pada bulan Ramadhan.[1]. Kemudian terjadi persamaan mimpi di antara beberapa sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ia terjadi tujuh malam terakhir dari Ramadhan. Lalu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Artinya : Saya melihat bahwa mimpi kalian saling bersesuaian terjadi pada tujuh malam terakhir. Maka barangsiapa yang ingin mencarinya hendaklah ia mencarinya pada tujuh malam terakhir"

Inilah pembatasan yang paling minimal dari penentuan dalam waktu tertentu.

Jika kita memperhatikan dalil-dalil tentang Lailatul Qadar, akan jelas bagi kita bahwa Lailatul Qadar itu berpindah dari satu malam ke malam lainnya. Ia tidak terbatas dengan satu hari tertentu pada setiap tahunnya. Nabi pernah diberi tahu dalam tidurnya tentang Lailatul Qadar. Sedangkan pagi harinya beliau sujud di atas tanah yang tergenang air yang mana malam itu adalah malam ke dua puluh satu [3] Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda.

"Artinya : Carilah Lailatul Qadar pada hari ganjil di sepuluh malam terakhir dari Ramadhan" [4]

Hal ini menujukkan bahwa Lailatul Qadar tidak terbatas pada satu malam tertentu. Dari sini terkumpullah dalil-dalilnya, sehingga seyogyanya seseorang selalu mengharap turunnya Lailatul Qadar pada setiap malam dari sepuluh malam terakhir. Dan pahala Lailatul Qadar itu diperoleh oleh siapa saja yang menghidupkan malam itu dengan penuh iman dan ikhlas, baik itu mengetahuinya atau tidak. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Barangsiapa bangun shalat pada malam Lailatul Qadar karena iman dan keikhlasan maka dosanya yang telah lalu diampuni" [5]

Di sini tidak dikatakan, jika ia tahu waktu turunnya. Jadi tidak disyaratkan untuk mendapatkan pahala Lailatul Qadar orang yang beribadah harus mengetahui waktunya dengan pasti. Tetapi barangsiapa beribadah pada setiap malam dari sepuluh malam terkahir bulan Ramadhan, karena keimanan dan keikhlasan maka kami yakin bahwa ia pasti mendapatkan Lailatul Qadar sama saja apakah terjadi di awalnya, pertengahannya ataupun akhirnya. Allah lah yang memberi taufik.


[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka Arafah]
________
Foote Note
[1]. Hadits Riwayat Bukhari dalam "Fadhlu Lailatul Qadri" Bab Mencari Lailatul Qadar (2016). Dan Muslim dalam "Shiyam" Bab Keutamaan Lailatul Qadar.
[2]. Hadits Riwayat Bukhari dalalm "Fadhilah Lailatul Qadar" Bab Mencari Lailatul Qadar (2015). Dan Muslim Dalam "Shiyam" Bab Keutamaan Lailatul Qadar (215).
[3]. Sudah ditakhrij
[4] Hadits Riwayat Bukhari Dalam "Shalat Tarawih" Bab Mencari Lailatul Qadar Pada Malam Ganjil Dari Sepuluh Malam Terakhir (1913). Dan Muslim Dalam "Shiyam" Bab Keutamaan Lailatul Qadar (1169)
[5] Hadits Riwayat Bukhari "Kitab Iman" Bab Sunnah Shalat Bulan Ramadhan Termasuk Dari Iman (37). Dan Muslim "Shalat Musafirin" Bab Hasungan Untuk Shalat Bulan Ramadhan (173).


Sumber :
http://www.almanhaj.or.id/content/1624/slash/0
23 Oktober 2005

Tate Qomarudin Lc : "Terus Ibadah, Lailatul Qadr Takkan Kemana"

Kesempatan sepuluh hari terakhir di bulan ramadhan menjadi kesempatan terbaik terbaik bagi umat islam. Pasalnya, Allah menjanjikan malam lailatul qadr yang ganjarannya lebih baik dari seribu bulan. Terkait dengan hal itu, reporter cybermq, Fiqi Fauzi, berhasil mewawancarai beliau disela-sela kesibukannya berdakwah dan aktif sebagai anggota DPRD Propinsi Jawa Barat. Berikut kutipan wawancaranya :

Bagaimana menjemput lailatul qadr yang dicontohkan Rasulullah SAW ?

Beliau menjelaskan ada malam yang disebut lailatul qadr apabila kita beribadah pada malam tersebut. Ibadah kita bernilai 1000 bulan seperti yang disebutkan dalam Al-quran. Namun, Rasul sendiri mencontohkan ibadah bukan hanya pada lailatul qadar itu sendiri tapi pada 10 hari terakhir, bahkan 1 bulan penuh. Bahkan di luar ramadhan.

Permasalahan kita memang ada persepsi yang terbentuk ramadhan adalah bulan ibadah, bulan taat. Jadi, jika di luar bulan ramadhan berarti bulan apa ? seharusnya kita beribadah di bulan ramadhan maipun di luar ramadhan. Terkait lailatul qadr, ketika para sahabat mendiskusikan tepatnya tanggal berapa, kata Rasulullah carilah di sepuluh hari terakhir. Sampai sekarang dari hadits yang ada mengarahkan mencari di sepuluh hari terakhir terutama malam ganjil, karena Rasulullah ingin mengarahkan kaum muslimin beribadah secara luas, tidak hanya untuk tujuan lailatul qadr saja.

Asbabun Nuzul turunnya ayat tentang lailatul qadar ?

Pada intinya sebab turunnya ayat ini bemula ketika para sahabat berdiskusi membahas kapan turunnya malam lailatul qadar. Saat Rasulullah hadir akan menyampaikan kapan terjadinya, para sahabat ribut memperdebatkan kepastian jatuhnya lailatul qadr. Tiba-tiba Rasul lupa akan menyampaikan apa, sampai dilupakan oleh Allah. Hikmah dari kejadian itu mengajak kepada kita mencari lailatul qadr di sepuluh hari terakhir, terutama malam-malam ganjil.

Hikmah tidak diberi tahu waktu lailatul qadr ?

Hikmahnya, supaya kaum muslimin terus beribadah selama bulan ramadhan. Efeknya jika setiap malam ibadahnya baik, maka otomatis bulan berikutnya akan terbiasa. Jika waktu lailatul qadr diberi tahu, maka orang yang malas beribadah hanya mengejar waktu yang telah ditentukan.

Masyarakat kita mengejar malam ganjil, efektifkah ?

Ya, memang ada hadits Rasulullah secara eksplisit menyatakan turunnya lailatul qadr pada sepuluh hari terakhir. Namun, Rasulullah mengarahkan ibadah itu tidak hanya terkait lailatul qadar. Kita beribadah terkait dengan mensykurii nikmat hidup yang telah diberikan oleh Allah. Bagaimana jadinya jika Allah mentaqdirkan meninggal sebelum masuk malam-malam ganjil atau sebelum masuk ramadhan. Jadi, mengamalkan islam tidak hanya pada sisi lailatul qadar, masih banyak ibadah lain yang tidak terkait dengan lailatul qadr. Ibadah dalam Islam tidak hanya ritual yang sifatnya langsung kepada Allah, namun ada ibadah-ibadah lain yang pengaruhnya terkait sesama manusia tanpa harus menunggu lailatul qadr.

Amalan supaya bisa mendapat lailatul qadr ?

Sebetulnya tidak ada amalan spesifik, seperti amalan lailatul qadr. Cukuplah dengan amalan biasa seperti dzikir, doa, tilawah quran, shalat malam, serta taubat diperbanyak. Semuanya itu merupakan amalan-amalan yang akan mendekatkan diri kepada Allah. Jadi, tidak ada amalan lailatul qadr yang khusus.

Dalam hadits dijelaskan ciri-ciri malam lailatul qadr ?

Yang saya fahami ciri-ciri itu juga bukan mutlak, karena pada dasarnya semangat dari hadits itu bukan untuk diam menunggu datangnya lailatul qadr. Namun, kita harus semangat beribadah kapan pun khususnya bulan ramadhan. Umat jangan dijebak mencari ciri-ciri lailatul qadar. Tidak jadi persoalan apakah kita mengetahui atau tidak tanda-tandanya. Asal kita beribadah, pasti karena Al-Qurannya sudah jelas jika kita beribadah pada malam tersebut ternyata besoknya hujan besar yang ciri-ciri itu tidak terlihat, tetap lailatul qadr tidak akan kemana-mana. Jadi jangan terjebak kepada ciri-ciri fisik datangnya malam yang lebih baik dari seribu bulan ini.

Membawa amalan ramadhan ke bulan berikutnya ?

Ramadhan bukan musim taat, karena musim taat sepanjang hayat. Shaum adalah salah satu komponen pembentuk takwa dan bukan segala-galanya. Dalam Al-Quran orang yang mendapat gelar la'allakum tattaquun bukan orang yang shaum saja. Surat Al-Baqarah ayat 20 menjelaskan ibadah keseluruhan yang mengantarkan takwa, salah satunya adalah shaum. Buktinya seperti shalat, pada intinya sama tujuannya untuk membentuk ciri-ciri takwa. Shalat itu mencegah pelakunya terhindar perbuatan keji dan munkar. Orang yang meninggalkan keji itu orang bertakwa. Demikian pula dengan haji, demikian pula dengan zakat, serta ibadah-ibadah lain. Jadi, shaum di bulan ramadhan salah satu komponen pembentuk ketakwaan. Dengan mengandalkan shaum di bulan ramadhan dan mengabaikan bulan lainnya tidak mungkin tercapai ketakwaan. Itu yang perlu diperhatikan oleh umat Islam. (red/fzyqn)


Sumber :

Tate Qomarudin Lc, dilahirkan di Tasikmalaya, 24 anuari 1965. Bapak enam anak mempunyai beberapa aktifitas dari seorang da'i, pengasuh acara di salah satu radio, hingga menjadi kolomnis pada sebuah majalah. Selain itu, aktifitas ustadz lulusan Fakultas Syariah Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Bahasa Arab (LIPIA) Jakart kerap mengisi beberapa majelis ta'lim.

http://www.cybermq.com/pustaka/detail/sosok-ulama/582/tate-qomarudin-lc--terus--ibadah-lailatul-qadr-tak

Lailatul Qadar - Malam Seribu Bulan

Bismillahirrahmannirahim,
"Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan" (HR Bukhari 4/225 dan Muslim 1169)

Malam Lailatul Qadar

Keutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al-Qur'an Al-Karim, yang membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Umat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan anak-anak panah untuk memperingati malam ini, akan tetapi mereka berloma-lomba untuk bangun di malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah.

Inilah wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur'aniyah dan hadits-hadits nabawiyah yang shahih menjelaskan tentang malam tersebut.

1. Keutamaan Malam Lailatul Qadar

Cukuplah untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman.

"Artinya : Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur'an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu ? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turunlah melaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Allah Tuhan mereka (untuk membawa) segala usrusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar" [Al-Qadar : 1-5]

Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.

"Artinya : Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui" [Ad-Dukhan : 3-6]


2. Waktunya

Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa malam tersebut terjadi pada tanggal malam 21,23,25,27,29 dan akhir malam bulan Ramadhan.

Imam Syafi'i berkata : "Menurut pemahamanku. wallahu 'alam, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau : "Apakah kami mencarinya di malam ini?", beliau menjawab : "Carilah di malam tersebut" [Sebagaimana dinukil Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 6/386]

Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada malam terakhir bulan Ramadhan berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha, dia berkata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf di sepuluh hari terkahir bulan Ramadhan dan beliau bersabda. "Artinya : Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan" [Hadits Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169]

Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, karena riwayat dari Ibnu Umar, (dia berkata) : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/221 dan Muslim 1165] Ini menafsirkan sabdanya. "Artinya : Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, barangsiapa yang mencarinya carilah pada tujuh hari terakhir" [Lihat Maraji' tadi]

Telah diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat. Dari Ubadah bin Shamit Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ke luar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat berdebat, beliau bersabda. "Artinya : Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar, tapi ada dua orang berdebat hingga tidak bisa lagi diketahui kapannya; mungkin ini lebih baik bagi kalian, carilah di malam 29. 27. 25 (dan dalam riwayat lain : tujuh, sembilan dan lima)" [Hadits Riwayat Bukhari 4/232]

Telah banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir, yang lainnya menegaskan, di malam ganjil sepuluh hari terakhir. Hadits yang pertama sifatnya umum sedang hadits kedua adalah khusus, maka riwayat yang khusus lebih diutamakan dari pada yang umum, dan telah banyak hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah, tidak ada masalah, dengan ini cocoklah hadits-hadits tersebut tidak saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisah.

Kesimpulannya

Jika seorang muslim mencari malam lailatul Qadar carilah pada malam ganjil sepuluh hari terakhir : 21, 23,25,27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari pada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu 25,27 dan 29. Wallahu 'alam


3. Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar.?

Sesungguhnya malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya, maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk mendapatkannya). Oleh karena itu dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala-Nya yang besar, jika (telah) berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Barang siapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu" [Hadits Riwayat Bukhari 4/217 dan Muslim 759]

Disunnahkan untuk memperbanyak do'a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah Radhiyallahu 'anha, (dia) berkata : "Aku bertanya, "Ya Rasulullah ! Apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan ?" Beliau menjawab, "Ucapkanlah :

"Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul afwa fa'fu'annii"

"Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku"

Saudaraku -semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaati-Nya- engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka bangunlah (untuk menegakkan shalat) pada sepuluh malam terakhir, menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada isterimu dan keluargamu untuk itu, perbanyaklah perbuatan ketaatan.

Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha. "Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencanngkan kainnya[3] menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/233 dan Muslim 1174]

Juga dari Aisyah, (dia berkata) : "Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir) yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam lainnya" [Hadits Riwayat Muslim 1174]


4. Tanda-Tandanya

Ketahuilah hamba yang taat -mudah-mudahan Allah menguatkanmu degan ruh dari-Nya dan membantu dengan pertolongan-Nya- sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.

Dari 'Ubay Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi" [Hadits Riwayat Muslim 762]

Dari Abu Hurairah, ia berkata : Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda. "Artinya : Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan seperti syiqi jafnah"

Dan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : (Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan" [Tahayalisi 349, Ibnu Khuzaimah 3/231, Bazzar 1/486, sanadnya Hasan]


Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sifat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata.***(Nurhatini)


Sumber :
http://www.dtjakarta.or.id/content/view/86/33/
18 September 2008

Kiat Mendapatkan Lailatul Qadar bagi Muslimah yang sedang Haidl & Nifas

Oleh. Dra. Rahma Qomariyah, M.Pd.I[1]

Ramadlan adalah bulan yang dinanti-nanti kaum muslimin. Tidak ada seorangpun ingin melewatkannya tanpa mengisi dengan ibadah.Ramadlan adalah bulan yang penuh rahmat dan ampunan. Allah menjanjikan pahala yang berlipat ganda sebagai ganjaran ibadah hamba-Nya. Rasulullah bersabda yang artinya: …siapa saja yang mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan sunnah, maka akan diberi pahala sama dengan melaksanakan amalan fardlu di bulan yang lain. Dan siapa saja yang melaksanakan kewajiban di bulan Ramadlan, maka akan mendapat pahala 70 kali[2].

Pada bulan Ramadlan ada malam yang mulia dan istimewa, yaitu satu malam yang nilainya lebih baik baik dari 1000 bulan. Firman Allah surat al Qadr; 1-3:

إِنّا أَنزَلنٰهُ فى لَيلَةِ القَدرِ ﴿١﴾ وَما أَدرىٰكَ ما لَيلَةُ القَدرِ ﴿٢﴾ لَيلَةُ القَدرِ خَيرٌ مِن أَلفِ شَهرٍ ﴿٣﴾


1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan[3]

2. dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu?

3. malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.

Maksud satu malam itu lebih baik dari pada 1000 bulan adalah beramal shaleh pada malam itu lebih baik dari pada beramal shaleh seribu bulan di bulan yang lain[4]. Sementara seribu bulan itu setara dengan 83 tahun 4 bulan. Padahal menurut Rasulullah umur umatnya rata-rata 60 tahun sampai 70 tahun, dan sedikit yang diatas 70 tahun. Itupun belum tentu kita mampu menggunakan secara efektif untuk beribadah. Bisa jadi diantara kita ada yang memulai ibadah secara benar sejak umur 15 tahun atau 20 tahun. Bahkan ada yang telat, baru beribadah, yaitu melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, setelah sudah tumbuh uban di kepala. Jadi baru sadar bahwa manusia membutuhkan ibadah kepada Allah setelah ada sinyal yang senantiasa mengingatkannya bahwa dia sudah tua.

Lailatul Qadar diturunkan Allah pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Karenanya Rasulullah pada waktu tersebut mengintai dan memburunya. Beliau semakin menggiatkan ibadahnya untuk mendapatkan Lailatul Qadar.

Mengingat keistimewaan malam Lailatul Qadar yang luar biasa itu, tentu kaum muslim ingin mendapatkannya. Termasuk muslimah juga tidak mau ketinggalan, padahal belum tentu pada sepuluh hari terakhir dia dalam keadaan suci. Karenanya kita harus mengetahui bagaimana kiat mendapatkan Lailatul Qadar, sementara kita dalam keadaan haidl atau nifas.

Secara umum kiat untuk memperoleh Lailatul Qadar adalah sebagai berikut: Menghidupkan malam pada sepuluh hari terakhir. Dari Aisyah, ia berkata:

ا ن النبى ص م اذا د خل العشرالاواخر احي اليل وايقظ اهله وشد المئزر

Bahwa Nabi Saw. Apabila sepuluh hari terakhir sudah masuk, maka beliau menghidupkan malam itu, membangunkan keluarganya dan mengikat sarungnya ( HR Ahmad, Bukhari-Muslim)

Dari hadits tersebut dijelaskan bahwa Rasulullah senantiasa menghidupkan sepuluh hari terakhir Ramadlan, dan membangunkan keluarganya. Ada keterangan bahwa Rasulullah membangunkan anggota keluarganya, sekalipun mereka dalam keadaan haidl. Tujuannya untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan ibadah. Tentu saja bagi wanita yang haidl hanya melakukan ibadah yang dibolehkan baginya.

Bagi muslim dan muslimah menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan ibadah sebagai berikut:

1. i’tikaf[5]. Diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah beri’tikaf 10 hari terakhir Ramadlan sampai beliau wafat.

2. Shalat.

3. Membaca Al Qur’an. Para sahabat biasa mengkhatamkan Al Qur’an sehari semalam, diantaranya Ustman bin Affan, Tamim, Said dan Zubair selama Ramadlan [6].

4. Berdzikir, memohon ampun kepada Allah dan berdo’a. Dan do’a yang biasa dipanjatkan Rasulullah pada malam lailatul Qadar[7] adalah:


ا للهم انك عفو تحب العفو فاعف عنى

Ya Allah sesungguhnya Engkau maha Pemaaf, dan suka memaafkan, maka maafkan aku.


Adapun bagi Muslimah yang sedang haidl dan nifas, maka menghidupkan malam lailatul qadar dengan cara berdzikir, memohon ampun kepada Allah dan berdo’a. Wahai saudaraku, karena kita muslimah, tentu tidak bisa terus suci sepanjang Ramadlan. Karenanya jika dalam keadaan suci perbanyaklah ibadah yang mengharuskan ditunaikan dalam keadaan suci.
[1] Nara Sumber Radio pada Program Radio Cermin Wanita Sholihah, MMC- Muslimah HTI; Kandidat Doctor Pendidikan dan Pemikiran Islam Universitas Ibn Khaldun Bogor.


[2] Ibn Huzaimah at Targhib II/217

[3] Malam kemuliaan dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadar Yaitu suatu malam yang penuh kemuliaan, kebesaran, karena pada malam itu permulaan turunnya Al Quran.

[4] Tafsir Jalalain, tafsir surat al Qadr ayat 3

[5] Bagi wanita yang sedang istihadlah(keluar darah penyakit) boleh beri’tikaf. Lihat Nailul Author bab i’tikaf

[6] at Tibyan fi Hamalah Al Qur’an, an Nawawi hlm. 47-48

[7] HR Ahmad, Ibn Majah dan Turmudzi dalam Fikih sunnah , Sayyid Sabiq, bab Lailatul Qadar


Sumber :
http://hizbut-tahrir.or.id/2010/08/20/kiat-mendapatkan-lailatul-qadar-bagi-muslimah-yang-sedang-haidl-nifas/
20 Agustus 2010

Seputar Lailatul Qadr

Sebab Penamaan Lailatul Qadr

Imam Ath-Thabari menyebutkan beberapa sebab malam yang mulia ini dinamakan Lailatul Qadr:
Ada yang mengatakan karena pada malam itu Allah menetapkan qadr (takdir) hamba-hambaNya untuk tahun itu sampai tahun depannya.
Ada yang mengatakan karena malam itu mempunyai qadr (kedudukan yang tinggi) dan kemuliaan.
Dan ada yang mengatakan karena amalan-amalan pada malam itu mempunyai qadr (kedudukan) yang besar dan pahala yang tinggi.
[Tafsir Ath-Thabari surah Al-Qadr]


Apakah Lailatul Qadr Masih Ada Sampai Sekarang?

Kaum muslimin sepakat -kecuali segelintir di antara mereka yang tidak diperhitungkan penyelisihannya- bahwa Lailatul Qadr masih tetap ada sampai sekarang berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak.

Adapun hadits bahwa suatu ketika Nabi SAW pernah keluar untuk memberitahukan kapan Lailatul Qadr tapi beliau mendapati ada dua orang yang berselisih tentangnya. Lalu beliau bersabda, “Aku keluar untuk mengabarkan kepada kalian tentang Lailatul Qadr akan tetapi si fulan dan si fulan berselisih, sehingga dia pun diangkan oleh Allah.” (HR. Al-Bukhari dari Ubadah bin Ash-Shamit, Muslim dari hadits Abu Said) Maka maksud dari kata ‘diangkat’ di sini adalah diangkat ilmu tentang penentuan kapan Lailatul Qadr, bukan Lailatul Qadrnya yang diangkat (dicabut).
[Lihat Al-Majmu’: 6/402 dan Asy-Syarhul Mumti’: 6/491]


Kapan Lailatul Qadr?

Asy-Syaikh Abdullah Al-Bassam dalam Taudhihul Ahkam (3/247) menyebutkan ada empat pendapat dalam masalah ini:
1. Lailatul Qadr hanya ada pada zaman Nabi  dan sudah diangkat setelahnya. Ini adalah pandapat yang tertolak lagi batil.
2. Dia saat nishfu Sya’ban (pertengahan Sya’ban). Ini adalah pendapat yang lemah karena bertentangan dengan surah Al-Baqarah ayat 185 dan surah Al-Qadr ayat 1 yang menerangkan bahwa Al-Qur`an turun di bulan Ramadhan.
3. Dia pada bulan ramadhan pada selain sepuluh terakhir. Ini pendapat yang kurang kuat karena Nabi  bersabda pada lanjutan hadits Ubadah dan Abu Said di atas:

وَعَسَى أَنْ يَكُوْنَ خَيْرًا لَكُمْ. فَالْتَمِسُوْهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ

“Semoga hal itu lebih baik bagi kalian. Maka carilah dia pada malam 9, 7, 5 terakhir.”
Dalam sebagian riwayat, “Carilah dia di 10 malam terakhir.”
4. Dia di 10 malam terakhir dari bulan Ramadhan, terutama pada malam-malam ganjil, terutama pada 7 malam terakhir, terutama pada malam 27 Ramadhan. Inilah pendapat yang kuat berdasarkan dalil-dalil yang akan kami sebutkan.
Adapun pada malam-malam ganjil pada 10 malam terakhir Ramadhan, maka berdasarkan sabda beliau  :

اِلْتَمِسُوْهَا فِي الْوِتْرِ مِنَ العْشْرِ الْأَوَاخِرِ

“Carilah dia (Lailatul Qadr) pada malam-malam ganjil dari 10 malam terakhir.”
Adapun terutama pada 7 malam terakhir, maka berdasarkan hadits Abdullah bin Umar bahwa beberapa orang sahabat Nabi  bermimpi bahwa Lailatul Qadr pada 7 malam terakhir, maka beliau bersabda:

أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ.فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُتَحَرِّيَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِر

“Saya melihat mimpi-mimpi kalian sepakat pada 7 malam terakhir. Karenanya barangsiapa di antara kalian yang hendak berjaga-jaga maka hendaknya dia berjaga-jaga pada 7 hari terakhir.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan dalam riwayat Muslim, “Carilah dia pada 10 malam terakhir. Siapa yang tidak sanggup atau lemah maka jangan sampai dia terkalahkan di 7 malam sisanya.”
Adapun terutama pada malam 27, maka berdasarkan hadits Ibnu Umar bahwa ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi , “Wahai Rasulullah, sesungguhnya sulit bagi saya untuk melakukan qiyamullail, maka perintahkanlah kepada saya (untuk shalat) pada satu malam, semoga Allah memberikan taufiq kepadaku untuk mendapatkan Lailatul Qadr.” Maka beliau  bersabda:

عَلَيْكَ بِالسَّابِعَةِ

“Hendaknya kamu shalat pada malam ke-27.”
Juga berdasarkan riwayat yang mauquf dari Muawiah bin Abi Sufyan riwayat Abu Daud bahwa Lailatul Qadr itu pada malam ke-27. Bahkan sahabat Ubai bin Ka’ab bersumpah bahwa dia adalah malam ke-27. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama bahwa kemungkinan besar dia terjadi pada malam ke-27.
Hanya saja yang menjadikan kita tidak bisa memastikan bahwa Lailatul Qadr itu malam ke-27 adalah adanya beberapa riwayat lain yang menunjukkan selain dari itu. Seperti:
Hadits Abu Said riwayat Al-Bukhari dan Muslim menunjukkan dia pernah di malam ke-21. Sementara pada hadits Abdullah bin Unais riwayat Muslim disebutkan kalau dia terjadi pada malam ke-23. Karenanya Asy-Syafi’iyah menetapkan bahwa kemungkinan besar Lailatul Qadr terjadi pada salah satu dari dua mala mini.
Karenanya Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata setelah membawakan lebih dari 40 pendapat dalam masalah ini, “Yang paling kuat adalah bahwa dia berada pada malam ganjil dari 10 malam terakhir, dan bahwa dia berpindah-pindah (setiap tahun) sebagaimana yang bisa dipahami dari hadits-hadits dalam masalah ini.”
[Lihat Fathul Bari no. hadits 2020 dan Majmu’ Al-Fatawa: 25/284]


Siapakah Yang Mendapatkan Keutamaan Lailatul Qadr?

Ada dua pendapat dalam masalah ini:
1. Yang dapat hanyalah yang beribadah di malam itu dalam keadaan dia mengetahui bahwa malam itu adalah Lailatul Qadr. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dan yang dikuatkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar.
2. Pahala yang dijanjikan tetap akan didapatkan bagi orang yang beribadah di dalamnya walaupun dia tidak mengetahui kalau malam itu adalah Lailatul Qadr. Ini adalah pendapat Ath-Thabari, Al-Muhallab, Ibnul Arabi, dan sekelompok ulama lainnya.
Yang kuat adalah pendapat yang kedua dan ini yang dikuatkan oleh Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin. Karena Nabi  hanya bersabda, “Barangsiapa yang melakukan qiyamullail pada Lailatul Qadr karena iman dan mengharapkan pahala maka akan diampuni semua dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah) Jadi syaratnya hanya iman dan mengharapkan pahala, beliau tidak mempersyaratkan orang itu harus tahu bahwa malam itu adalah Lailatul Qadr.
[Lihat Al-Fath no. 2022, Subulus Salam: 4/192, dan Asy-Syarhul Mumti’: 6/497]


Tanda-Tanda Lailatul Qadr

Ada beberapa tanda yang tersebut dalam sunnah Rasulullah :
1. Malam itu cuacanya sejuk, tidak panas dan tidak pula dingin.
Ini disebutkan dalam hadits Jabir, Ubadah bin Ash-Shamit dan Ibnu Abbas dengan derajat hasan lighairih.
2. Turunnya hujan.
Ini disebutkan dalam hadits Abu Said Al-Khudri riwayat Al-Bukhari dan Muslim dan hadits Abdullah bin Unais riwayat Muslim.
3. Pagi harinya matahari terbit dalam keadaan tidak mempunyai cahaya yang menyilaukan (lingkaran matahari bisa terlihat dengan mata telanjang, pent.)
Ini disebutkan dalam hadits Ubay bin Ka’ab riwayat Muslim.
Lihat Asy-Syarhul Mumti’ (6/498-499)
Wallahul Muwaffiq.


Sumber :
http://al-atsariyyah.com/?p=876
11 September 2009

Kapan Malam Lailatul Qadar Turun?

Bagi umat Islam di bulan Ramadhan, selalu muncul pertanyaan Kapan Malam Lailatul Qadar Turun? Kapan waktunya yang tepat? Bagiamana ciri-ciri atau tanda-tanda malam lailatul qadar? Amalan-amalan apa yang sebaiknya dilaksanakan pada saat mengharap bisa bertemu dan menemukan lailatul qadar? Atas pertanyaan tersebut, kita tidak bisa menemukan jawaban yang pasti tentang kepastian mengenai kapan datang dan turun nya Lailatul Qadar, suatu malam yang dikisahkan dalam Al-Qur’an Lebih Baik Dari Seribu Bulan.

Ada Hadits yang diriwayatkan Abu Dawud, meyebutkan, Dari Abdilah bin Umar Ra, bahwa Nabi pernah ditanya tentang Lailatul Qadar. Beliau menjawab: “Lailatul Qadar ada pada setiap bulan Ramadhan.” (HR Abu Dawud). Namun menurut hadits lainnya yang diriwayatkan Aisyah, Nabi Muhammad SAW memerintahkan: Carilah Lailatul Qadar itu pada tanggal ganjil dari sepuluh terakhir pada bulan Ramadhan. (HR. Bukhari). Menurut pendapat yang lain, Lailatul Qadal itu terjadi pada 17 Ramadhan, 21 Ramadhan, 24 Ramadhan, tanggal ganjil pada 10 akhir Ramadhan dan lain-lain.

Dari beberapa keterangan di atas, kita tidak menemukan satu ketentuan pun yang pasti kapan waktu nya lailatul qadar. Di antara hikmah tidak diberitahukannya tanggal yang pasti tentang Lailatul Qadar adalah untuk memotivasi umat agar terus beribadah, mencari rahmat dan ridha Allah kapan saja dan dimana saja, tanpa harus terpaku pada satu hari saja. Jika malam Lailatul Qadar ini diberitahukan tanggal kepastiannya, maka orang akan beribadah sebanyak-banyaknya hanya pada tanggal tersebut dan tidak giat lagi beribadah ketika tanggal tersebut sudah lewat.

Beberapa sumber menyebutkan ada beberapa tanda-tanda datang dan turun nya malam Lailatul Qadar. Di antara tanda-tanda datangnya malam lailatul qadar adalah: pada hari itu matahari bersinar tidak terlalu panas dengan cuaca sangat sejuk, sebagaimana hadits riwayat Imam Muslim; pada malam harinya langit nampak bersih, tidak nampak awan sedikit pun, suasana tenang dan sunyi, tidak dingin dan tidak panas. Hal ini berdasarkan riwayat, Imam Ahmad.

Sementara dalam Kitab Mu’jam at-Thabari al-Kabir disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Malam Lailatul Qadar itu langit bersih, udara tidak dingin atau panas, langit tidak berawan, tidak ada hujan, bintang tidak nampak dan pada siang harinya matahari bersinar tidak begitu panas”. Banyak sekali pendapat para ulama mengenai waktu terjadinya lailatul Qodar. Saya akan menyebutkan beberapa pendapat, setidaknya ada 8 pendapat tentang terjadi dan turun nya Malam Lailatul Qodar pada bulan Ramadhan:

1. Lailatul Qadar Terjadi pada malam hari pertama bulan Ramadhan. seperti disebutkan dari Abi Razin al-’Uqaily as-Shahaby, dan diriwayatkan dari Ibnu Al ‘ashim dari hadist Annas ra beliau berkata : Lailatul Qodar tejadi pada malam pertama bulan Ramdhan.

2. Lailatul Qadar Terjadi pada malam 17 Ramadhan. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah dan Thabrani dari hadist Zaid bin Arqam ra, beliau berkata : “Saya tidak ragu dan tidak mengingkari Bahwa Lailatur Qodar terjadi pada malam ketujuh belas bulan Ramdhan. Malam diturunkannya al-Qur’an”. Atsar ini juga diriwayatkan Abu Dawud dari Ibnu Mas’ud juga.

3. Lailatul Qadar Terjadi pada malam ke 21, Pengikut mazhab Syafii’i banyak yang cenderung dengan waktu ini.

4. Lailatul Qadar Terjadi pada malam ke 23, Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dari Mu’awiyah ra, ia berkata : “Lailatul Qodar terjadi pada malam ke 23 Ramadhan”. Dari Abi Juraiz dari Ubaidillah ibnu Abi Yazid dari Ibnu Abbas ra, ia berkata ” Sesungguhnya ia (Rasulullah) membangunkan keluarganya pada malam ke 23″

5. Lailatul Qadar Terjadi pada malam ke 25, seperti yang disebutkan Ibnu Arabi dalam “al-’Aridzah” dan Ibnu Jauzi dalam “al-Musykil”.

6. Lailatul Qadar Terjadi pada malam ke 27, Diriwayatkan Imam Muslim, dari Abi Hurairah ra, ia berkata “kita saling mengingatkan Lailatul Qodar”, Rasulullah saw bersabda : “Siapakah diantara kalian yang mengingat ketika bulan terbit seperti sepotong mangkuk besar?”. Berkata Abu hasan Al farisi “yaitu malam ke 27 dimana bulan terbit dengan sifat tersebut”.

7. Lailatul Qadar Terjadi pada tanggal ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Dan inilah pendapat jumhur ulama. Sebagaimana beberapa hadist yang di riwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, saya ambil salah satunya: ”Carilah Lailatul Qadar itu pada tanggal ganjil dari sepuluh terakhir pada bulan Ramadhan”.

8. Dalam kitab ‘ianatuth-Thalibin juz :2 Hal :257 juga menjelaskan sebagai berikut: Imam Gghazali dan lainnya mengatakan bahwa lailatul qadar dapat diketahui dengan mengetahiu hari awal dari bulan ramadlan, Apabila awalnya hari ahad atau hari Rabu maka lailatul Qadar nya malam 29 . Jika awalnya hari senin maka lailatul Qadarnya malam 21. jika awalnya hari selasa atau hari jum’at maka lailatul Qadarnya malam 27.jika awalnya hari kamis maka lailatul Qadarnya malam 25.Jika awalnya hari sabtu maka lailatul Qadarnya malam 23”.

Untuk lebih jelasnya mengenai berbagai pendapat ulama tentang waktu terjadinya lailatul Qodar, bisa dilihat dalam kitab “Fathul Bari” karangan Ibnu Hajar pada Bab. “Taharra Lailatul Qodar Fil Witri Min al ‘Asyri al-Awaakhir”. Adapun hikamah disamarkannya waktu lailatul Qodar adalah guna menjadikan manusia lebih bersungguh-sungguh dalam menggapainya. Tentang Amalan-amalan untuk Mendapatkan Laiatul Qadar, Para ulama kita mengajarkan, agar mendapatkan keutamaan Lailatul Qadar, maka hendaknya kita memperbanyak ibadah selama bulan Ramadhan, di antaranya: Senantiasa shalat fardhu lima waktu berjama’ah, Mendirikan shalat malam atau qiyamul lail (shalat tarawih, tahajud, dll), Membaca Al-Qur’an sebanyak-banyaknya dengan tartil, Memperbanyak dzikir, istighfar dan berdoa, Memperbanyak membaca doa: Ya Allah, Sesungguhnya Engkau Dzat Maha Pengampun lagi Maha Pemurah, senang pada ampunan, maka ampunilah kami, wahai Dzat yang Maha Pemurah.


Sumber :
http://kangnawar.com/agama-islam/kapan-malam-lailatul-qadar-turun